Pagi ini terasa berbeda dengan pagi-pagi yang telah aku lewati sebelumya. Entah karena cuaca yang tak begiyu cerah atau perasaan hati ini yang sudah tak bisa berkata-kata lagi. Udara meresap dalam menembus kulit sampai pada bagian tulang pun terasa begitu tajam. Tidak seperti biasa Matahari terlambat menunjukkan cahayanya. Seperti aktifitasku biasnya yaitu membeli Surat Kabar di pagi hari. Hal ini sudah menjadi aktivitasku setiap hari terhitung sejak Kakak ku satu-satunya memutuskan berkuliah di luar kota 2 Tahun silam. Ya, dengan sebuah sepeda bermotor kesayanganku aku melaju dengan setengah tidak sadar, untung saja aku masih bisa mengendalikan laju sepedamotorku itu.
Sesampai dirumah aku heran kenapa hari ini aku tak begitu bahagia ketika menerima sebuah pesan singkat dari Gadis yang telah menjalin hubungan 6 bulan denganku. Ucapan selamat pagi yang dia ucapkan sudah tidak lagi membuatku terapresiasi bahkan sedikit keinginan untuk membalasnya. Aneh, memang aneh. Padahal 2 minggu silam aku masih mengharapkan ucapan selamat paginya tersiar tanpa jeda siap pagi di Ponselku dan aku selalu merasa begitu bersemangat dan selalu ku balas dengan rasa sayang tulus dari hatiku. Aku berfikir apa itu karena ada orang lain yang telah memperhatikanku melebihi dia? Lalu Pesan siapa yang kelak aku tunggu? (berbisik dalam hati). Tak lama keraguanku pun terjawab dengan Pesan singkat dari wanita yang tak lain adalah Yola.
" Selamat pagi aham sayang :*"
Tanpa berfikir lagi aku pun menjawabnya
" Pagi juga Yola sayang :*"
Memang dia bukanlah kekasih atau TTM ku, namun panggilan mesranya tiap pagi menunjukkan dia perhatian padaku, dan saat ini aku hanya menganggapnya sebagai Sahabat yang membantu menghilangi rasa jenuhku dengan Pacarku sekarang . Sapaan setiap pagi itu sudah menjadi kebiasaan dalam hubungan rumitku ini. Entah apa aku masih sayang dengan Marsha atau kah aku sudah terlalu nyaman dengan Yola. Namun samapai saat ini aku masih menanamkan keyakinan bahwa aku tidak boleh menyukai sabahatku sendiri.
Berselang 30 menit aku baru menjawab ucapan selamat pagi Marsha dengan seribu alasan mengapa akhir-akhir ini aku selalu terlambat dalam membalas ucapan selamat paginya.
" Selamat pagi juga sayang :*"
" Keboo banget sih kamu, kok jam segini baru bangun?"
" Maaf sayang tadi bantuin ayah dulu manasin mesin mobil"
" Bagus ya, sekarang aku dinomer duakan, apa susahnya sih bales selamat pagi, nggak ada 1 menit juga" Dengan ocehanya yang semakin membuatku hilang rasa semangat pagi yang seharusnya terasa membara. Tanpa ku hiraukan panjang aku hanya mengucapkan
" maaf sayang, aku mandi dulu ya terus siap-siap kesekolah. kamu hati-hati dijalan ya "
Dengan sms itu berarti berakhirlah sudah keharusanku dalam membalas pesan singkatnya. Walaupun kadang dia masih penasaran apa yang aku lakukan , tapi aku selalu membahasnya saat bertemu di sekolah nanti. Tanpa aku sadari ternyata aku terlambat karena terlalu terlena dengan balasan pesan Yola yang terntunya lebih menyenangkan ketimbang dengan Marsha.
****
Belum sampai di kelas tepatnya masih di depan tangga lantai dua tempat kelasku berada, berdiri Marsha dengan wajah yang terlihat kurang enak.
"Katanya tadi jam 5.40 sudah mandi dan siap-siap, kok bisa terlambat ke sekolah? kamu boncengin cewek lain ke sekolah lain ya?" tanya nya dengan curiga
" Nggak sayang, tadi macet" dengan bergegas aku ijin untuk meninggalkanya ke kelas untuk mengindari pertanyaanya yang sudah bisa ku prediksi akan menimbulkan rasa yang membuat ku muak.
Tak beberapa waktu berselang Yola lewat depan kelasku untuk mengampiri sahabat-sahabatku yang lain di kelas sebelahku. Entah kenapa, pagi ini aku merasa berbeda melihatnya, apa itu efek dari Marsha yang bersikap kurang mengenakkan akhir-akhir ini, apa aku yang sudah mulai terpikat olehnya? lalu aku bergegas menampik pikiran-pikiran tentangnya.
Saat pelajaran berlangsung, tiba-tiba ponsel di saku ku berdering, dan ternyata itu sebuah pesan singkat dari gadis yang tak lain Yola
"Aham,kamu lagi apa?"
"Aduh, lagi pelajaran nih, kebetulan kamu sms, aku jadi nggak suntuk lagi"
"iya dong, siapa dulu aku gitu... emangnya pacarmu yang monoton nggak pernah sms waktu pelajaran" sindirnya dengan sedikit membuatku tertawa
" Sialan lo, tapi kamu ada benernya juga "
Tanpa ku sadari kami terlalu asik berbalasan pesan sampai aku lupa status yang sudah ku sandang sekarang dan aku benar-benar tak memikirkan lagi kejadian tadi pagi yang membuatku tak nyaman.
****
" Aham sayang, nanti sore main yuk ke pantas, aku suntuk di kos."
" Jam berapa sayang? sama siapa saja?"
" Jam 4 ya, kumpul di kos ku. Sama Kristi,Putri,Heny,Micil. kamu sekalian jemput Veny ya nanti, katanya dia mau ikut juga"
" Siap Komandan, kalau ada kamu pasti aku mau" dengan tersenyum aku pun mempersiapkan untuk pergi nanti
Di Pinggiran pantai kami berdua menikmati waktu bersama dengan cara memisahkan diri dengan kelima sahabatku yang lain. Aku bercerita banyak tentang keseharian Yola.
" beginilah aku, aneh kan dalam keadaan aku masih sayang Rino tapi aku nggak mau diajak balikan dia" ceritanya dengan memandang hamparan ombak yang tersapu-sapu
" lho, kenapa? bukanya kamu suka banget sama Rino? apa nanti kamu ndak nyesel?"
" nggak lah, karena aham yang bikin aku ndak nyesel nantinya, hanya saja aham masih ada status sama Marsha"
Sontak kami pun terdiam, ternyata benar dia sudah terlampau nyaman denganku, dan aku pun bingung mengartikan perasaanku yang secara tidak sengaja aku juga sudah terlena dengan kenyamanan ini.
" kamu bercanda ya? mana mungkin Yola suka sama aham ."
" ya, jalani aja Yola nyaman gini, kalo aham nyaman juga nggak masalah kan"
****
5:00 pesan singkat dari Marsha mengagetkanku
" Sayang, maumu apa sih? dari kemarin sore kamu kemana aja? kok nggak ada kabar? "
Pertanyaan yang terdengar kurang mengenakkan menggantikan ucapan selamat pagi yang biasanya selalu tertulis dalam pesan singkat di ponselku. Tanpa berfikir panjang aku menjawabnya dengan cukup tenang
" Maaf sayang, Ponsel ku dari kemarin eror, jadi aku nggak bisa kasi kabar apapun, kamu jangan marah ya?"
Tanpa ada balasan selanjutnya membuat perasaanku tak tenang, aku begitu takut hal yang tidak diharapkan terjadi. Untuk pertama kalinya ucapan mesra selamat pagi dari Yola tidak aku hiraukan. dan aku masih tertuju pada ponselku untuk menunggu jawaban dari Marsha.
Sesampai di sekolah, aku menyusul di kelasnya, saat aku hendak masuk ke ruang kelasnya dia sudah terlihat muram wajahnya, aku takut dia akan marah dan tidak mau berbicara denganku lagi.
" Hai, sayang. kok mukanya cemberut gitu" aku bergegas duduk disebelahnya yang kebetulan masih kosong karena teman sebangkunya belum datang.
" Terus aja cuekin aku, aku nggak masalah kok"
" kan aku sudah bilang ponselku eror "
" ponsel eror atau pergi jalan dengan cewek lain? lagian akhir-akhir ini kamu sering giniin aku, apa kamu sudah nggak betah sama aku? "
Sontak raut wajahku berubah seperti orang yang sedang berbohong, dan keringat dingin pun keluar dari poro-pori kulit ku, tapi aku berusaha mendamaikan keadaan dan meyakinkan kalo Marsha hanya asal tebak saja dengan kata-katanya tadi
" Ah kamu nggak percayaan, yaudah percuma aku ngejelasin " dengan cepat aku mencari perbincangan untuk meninggalkan dia, karena aku tidak mau hal yang lebih buruk terjadi.
Kantin tempat aku biasanya berkumpul dengan Yola dan teman-temanya pun mendadak menjadi sepi karena aku yang biasanya suka mengucap kata-kata yang membuat tawa menjadi seketika diam.
" aham kenapa? ada masalah dengan Marsha " tanya yola sedikit resah
" nggak papa Yol, ini cuma masalah kecil kok "
" lalu kenapa aham nggak bales pesan Yola tadi pagi? "
" maaf soal itu, tadi aku bangun kesiangan jadi tidak sempat untuk membalas pesanmu, Yol "
" oh yasudah, kirain ada apa-apa dengan aham " jawabnya dengan tatapan manja.
Ya dengan perhatian Yola yang melebihi Marsa itulah yang membuatku jadi merasa lebih betah disamping Yola daripada Marsha. Yola sosok yang penuh perhatian, jarang sekali marah namun dia tidak suka untuk di bohongi dan dia jarang nurut kalo disuruh ini itu, karena dia lebih suka kebebasan. Tapi semenjak dia dekat denganku, dia menjadi wanita yang agak penurut dan lebih teratur dibanding sebelumnya. Itulah yang membuatku berfikir aku lebih cocok dengan Yola ketimbang dengan Marsha.
Monic, gadis keturunan China yang suka berteriak kegirangan setiap kali melihat cowok cakep seperti Robert Parkinson itupun datang menghampiri aku dan menanyakan beberapa pertanyaan padaku sambil sedikit menggoda aku.
" Ciee, yang kemarin ngedate di pantai"
" Ah kamu bisa aja cik, lagipula kita pergi kan bareng yang lain"
" ah tapi aku diceritain sama putri, kalo kamu berduaan terus sama Yola. Udah aku bilang kan, kamu cocoknya sama Yola, ham"
" Masa sih cik? kok cicik bisa bilang gitu" tanyaku dengan penuh penasaran
" dari dulu kan aku memang nggak setuju kalo kamu dengan Marsha, lagian kamu lebih nyaman dengan Yola kan "
" Tapikan kita sahabatan cik "
" Iya nggak harus pacaran juga kan, jadi sahabat tanpa status juga boleh, yang penting kalian nyaman"
Aku langsung terdiam dan memikirkan kata-kata cicik yang terdengan seperti perintah untuk memutuskan Marsha. Tapi sekali lagi aku masih bisa mengendalikan perasaanku dan perbincangan ini pun berakhir dengan senyumanku yang tidak terkandung sebuah jawaban atas pertanyaan Monic yang terakhir.
****
Hari ini pelajaran kelasku dan kelas putri berakhir lebih awal, hanya ada aku dan putri dikantin berduaan menunggu Yola dan yang lain keluar dari kelasnya.
" Put, aku pinjam ponselmu ya " sambil menjamah ke arah Putri
" iya ham, tapi jangan macam-macam ya" dengan sedikit bercanda
" siap deh, cuma mau lihat foto-foto kita waktu di pantai kemarin" balasku
Saat aku melihat isi dalam ponsel putri tanpa sengaja Yola mengirim pesan singkat pada putri
" Put, aham sudah pulang belum"
Aku tidak langsung menyampaikan pesan itu pada putri, dan tanpa berfikir panjang aku melihat semua pesan percakapan Yola dan Putri, aku langsung syok karena dalam pesan tersebut menjelaskan bahwa Yola benar-benar menaruh perasaan padaku meskipun aku masih terikat dengan Marsha.
Perasaan ini begitu mengganggu, aku tidak mau mengecewakan persahabatan dan cinta, tapi disisi lain aku sudah bosan dengan Marsha. Sisi hatiku pun tidak mau bernegosiasi lagi, segel untuk melarang buat terpikat dengan Yola sudah hancur berkeping-keping. Hatiku merasa kalo aku memang ditakdirkan untuk Yola, karena aku sudah begitu nyaman dengan nya. Namun semua itu tak terlepas dari ketakutan akan apa yang terjadi jauh kedepan jika seandainya kami nanti tidak bertahan lama, tapi sekali lagi kata-kata monic tentang menjalani pada zona nyaman begitu mendorong keras akan keinginanku mendekati Yola
****
" Sayang, maaf mungkin ini berat, tapi akhir-akhir ini aku ngerasa berbeda. Kita sudah nggak bisa mertahani apa yang kita bangun sebelumnya. aku juga sudah capek kalo kamu selalu curiga, selalu marah, selalu menuduhku dengan pikiran negativmu. semoga kamu bahagia dengan jalanmu "
Dengan berat hati aku mengirimkan Pesan yang sebenarnya tidak berasal dari hatiku, karena aku masih sangat menyayangi Marsha.
" Sayang kamu ngomong apa? maafin aku selama ini. Aku nggak mau kita pisah. aku bakal lakuin apapun supaya kamu masih nyaman sama aku "
" Nggak kok, kamu nggak perlu lakuin apa-apa. cuma yang aku tau kita sudah berbeda "
" nggak mau sayang, aku nggak siap akan ini, aku nggak mau kita putus"
5x ponselku berbunyi dan itu panggilan dari Marsha, namun aku tak mau ini berlarut dan aku pun tak sekalipun mengangkatnya
" Kenapa kamu nggak mau ngangkat telponku? aku mau bicara baik-baik . semua masih bisa kembali sayang" Pesanya yang membuatku akhirnya menerima telpon ke 6 nya.
Rasa ketidak tegaan terhadap Marsha semakin bertambah setelah dia menangis tanpa henti di percakapan jarak jauh kita.
" Kenapa kamu tega, aku sayang banget sama kamu. tapi segampang itu kamu bilang putus"
aku hanya bisa diam dan mendengarkan semua kesedihanya
" kamu anggap apa hubungan kita selama 6 bulan? "
" benar kan ada cewek lain yang bikin kamu kayak gini"
" kenapa kamu tega ? Aku akan tetap memanggil kamu sayang walaupun kamu nggak membalasnya "
Semua kata-kata yang membuat aku menangis di dalam hati, aku teramat masih menyayangi Marsha, tapi aku lebih respek dengan rasa sayang Yola. Semenjak saat itu aku tidak bisa berhenti memikirkan kondisi Marsha dengan seribu Pesan keputusasaanya yang setiap jam terkirim di ponselku. hingga akupun berfikir pesan inilah yang terakhir pada jam 23:23 " Mungkin kamu bisa tidur dengan nyenyak, tapi aku tertidur agar hari esok aku tidak bisa membuka mataku kembali karena sudah tidak ada cinta yang menyemangati hidupku, dan supaya besok kamu sudah tidak perlu mencariku lagi" Pesan itulah satu-satunya yang ku balas dengan menitihkan sedikit peluh. "Selamat tidur, semoga mimpi indah. jangan pikirkan hal-hal negativ lagi ya"
****
Sudah dua hari ini aku menghindar dari sahabat-sahabatku. Mereka pun sudah mengetahui jika aku sudah tidak berhubungan dengan Marsha lagi, tanpa harus aku berbicara pada mereka. Yola yang berkali-kali memerhatikanku namun aku selalu buang muka padanya. Memang aku masih tidak tega karena sahabat Marsha menjauhi ku karena aku berbuat demikian. Aku mendapat kicauan kabar jika Marsha terus saja menangis di kelas sampai seluruh wajahnya membengkak. Aku merasa tidak tega dan berusaha memintamaaf secara langsung. Tepat setelah aku membicarakanya secara langsung, kecemasanku akan Marsha sedikit sirna karena aku sudah melihat keadaanya secara jelas.
*** Bersambung ***